{MP Test LMU-ID} Monitoring status asam-basa pada pasien kritis – Analisis gas darah arteri

23 Jul 2024 byAhmad Adityawarman
pH meter untuk mengukur asam-basa cairanpH meter untuk mengukur asam-basa cairan
Kondisi saling terkait antara pH, konsentrasi HCO3-, dan PaCO2 adalah dasar untuk memahami dan menginterpretasi keseimbangan asam basa. Faktor-faktor tersebut dapat membedakan gangguan asam basa respiratorik dari gangguan non respiratorik, namun gangguan non metabolik seperti perubahan PaCO2 juga menyebabkan perubahan pada HCO3-. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, diperlukan pemahaman mengenai ‘bikarbonat standar’ dan ‘basa buffer’, diikuti konsep ‘base excess’ (konsentrasi ion H+ yang diperlukan untuk mengembalikan pH darah menjadi 7,4). Sebaliknya, ‘base deficit’ adalah jumlah basa kuat yang harus ditambahkan untuk mengembalikan pH darah menjadi normal, dengan asumsi sampel darah teroksigenasi penuh, pada suhu 37o C, dan PaCO2 tetap pada 40 mmHg. Base excess dan HCO3- akan menginformasikan derajat asidosis/alkalosis (dengan atau tanpa perubahan pH) namun tidak dapat membedakan penyebab yang mendasarinya (kehilangan atau konsumsi berlebih HCO3-, anion yang tidak terukur, dll). Kalkulasi anion gap (AG) dapat membantu hal tersebut.

Evaluasi status asam basa yang tepat memerlukan interpretasi dari hasil pengukuran simultan elektrolit, albumin, dan analisis gas darah. Selain itu, pengetahuan mengenai respon fisiologis kompensatorik penting untuk dipahami.

Anion gap

AG merepresentasikan konsentrasi dari semua anion yang tak terukur dikurangi dengan kation tak terukur di dalam plasma. Dalam kondisi normal, mayoritas gap tersebut dihasilkan oleh protein bermuatan negatif; namun pada kondisi asidosis metabolik kompleks atau campuran, anion asam (seperti laktat, asetoasetat, dan sulfat) dapat diproduksi. Anion asam tersebut tidak dapat diukur oleh metode laboratorium biasa. Ion hodrogen yang diproduksi oleh asam-asam tersebut dibufferisasi oleh HCO3-, sehingga mengurangi konsentrasi anion yang terukur, yang pada akhirnya meningkatkan proporsi anion-anion tak terukur tersebut, yang membuat gap meningkat. Kation ekstraselular tak terukur yang cukup mendominasi adalah K+, Ca2+, dan magnesium (Mg2+). Jadi AG dapat dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan kation atau anion. AG normal adalah <11 mEq/L, dan gap yang tinggi biasanya mengindikasikan asidosis metabolik. Penggunaan AG dapat membantu membedakan antara kehilangan atau konsumsi HCO3- berlebih. Asidosis AG terjadi jika AG >20 mEq/L, berapapun nilai pH atau HCO3-.

Anion gap diukur menggunakan rumus: AG = [Na] – ([Cl] + [HCO3])

Kisaran normal AG adalah sekitar 10 ± 4 mmol/L.

Pada pasien kritis, penyebab terbanyak asidosis metabolik dengan peningkatan AG adalah asidosis laktat, gagal ginjal, dan ketoasidosis diabetik. Asidosis dengan nilai AG normal dihasilkan dari peningkatan bersih konsentrasi Cl-, dan sekunder akibat kehilangan HCO3-. Hal ini dikenal sebagai asidosis metabolik hiperkloremik dan paling banyak disebabkan oleh:
  • Kehilangan HCO3- dari saluran gastrointestinal (diare, rektosigmoidektomi)
  • Kehilangan HCO3- dari ginjal (gagal ginjal akut awal, asidosis tubular renal, inhibitor karbonik anhidrase)
  • Infus salin isotonik (0,9%)
Akan tetapi, kegunaan AG dalam interpretasi gangguan asam basa pada pasien kritis terbatas akibat kecenderungan penurunan konsentrasi albumin plasma, sehingga terjadi reduksi nilai AG dasar. Pada pasien dengan hipoalbuminemia berat, asidosis AG dapat terjadi meskipun hasil pengukuran AG normal. Pada pasien seperti ini, AG ekspektasi dapat serendah 4-5 mmol/L. Untuk setiap penurunan albumin sebesar 1 g/dL, penurunan AG sebesar 2,5 - 3 dapat terjadi. AG yang sebenarnya dapat dihitung menggunakan rumus:

AG sebenarnya = AG saat ini + 2,5 × [albumin normal – albumin saat ini (dalam g/dL).

Asidosis respiratorik

Hal ini disebabkan oleh peningkatan PaCO2 arteri (hiperkarbia) dan dapat terjadi sekunder akibat hipoventilasi, bersihan CO2 yang buruk dari kerusakan parenkim paru dan integritas membran alveolar, atau peningkatan metabolisme dengan peningkatan produksi CO2 (seperti pada sepsis, luka bakar). Pemberian makan berlebihan pada pasien kritis, baik secara enteral maupun parenteral, walaupun jarang, namun penting diperhatikan, dapat meningkatkan produksi CO2.

Hiperkarbia menyebabkan perubahan fisiologis penting. Pada derajat rendah, terjadi stimulasi kardiovaskular, respirasi, dan otonom. Namun semakin PaCO2 meningkat, depresi organ akan terjadi, yang paling penting akan menimpa sistem saraf pusat, menyebabkan gelisah, depresi nafas, dan akhirnya koma. PaCO2 alveolar >100 mmHg menyebabkan kematian ketika pasien bernafas dengan udara ruangan, akibat hipoksemia berat yang terkait yang akan disebabkan dari tingginya tekanan parsial CO2 di alveolus. Selama beberapa hari berikutnya, kompensasi metabolik dapat terjadi dengan peningkatan HCO3- melalui ekskresi H+ oleh ginjal.

Tatalaksana asidosis respiratorik harus berdasarkan hasil identifikasi etiologi dengan cepat dan implementasi tindakan korektifnya. Pada beberapa kondisi, intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan untuk membantu ventilasi alveolar.

Alkalosis respiratorik

Peningkatan ventilasi semenit, baik dengan meningkatkan kecepatan atau kedalaman ventilasi, akan menurunkan PaCO2 serta menyebabkan alkalosis respiratorik. Tanpa kelainan asam basa campuran, kompensasi metabolik dengan penurunan produksi dan reabsorpsi HCO3- oleh ginjal akan terjadi selama beberapa hari. Alkalosis respiratorik kronik merupakan kelainan asam basa yang unik, karena pH dapat kembali normal jika kondisinya semakin lama. Terapi ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya hiperventilasi.

Asidosis metabolik

Kehilangan HCO3- atau penurunan produksi HCO3- akibat disfungsi ginjal atau pembentukan unsur asam melalui peningkatan produksi/penurunan ekskresi mengakibatkan asidosis metabolik. Kompensasi respiratorik terjadi melalui hiperventilasi untuk menurunkan PaCO2. Contoh klinisnya adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dimana tubuh mencoba melawan perubahan pH akibat asam keton dengan meningkatkan kedalaman dan kecepatan respirasi (pernafasan Kussmaul).

Alkalosis metabolik

Peningkatan HCO3- melalui kehilangan ion H+ atau intake HCO3- menyebabkan peningkatan pH darah. Hal ini biasanya terjadi secara lambat dan diikuti oleh kompensasi respiratorik, dengan peningkatan PaCO2 melalui hipoventilasi. Pada pasien jantung, penyebab terbanyak adalah penggunaan diuretik jangka panjang. Diuretik kuat menghambat sistem kotranspor Na– K– 2Cl- pada ansa Henle asenden tebal untuk menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-. Penurunan reabsorpsi klorida meningkatkan elektronegativitas luminal tubulus distal, menyebabkan kompensasi influks ion hidrogen dan kalium ke dalam urine dan seiring waktu akan meningkatkan pH darah. Karena kedua kation tersebut hilang di dalam urine, kondisi ini disebut dengan alkalosis metabolik hipokalemik.

Tatalaksananya meliputi penggantian volume apabila kondisi yang terjadi adalah kehilangan klorida dan penilaian aksis renal-adrenal untuk kondisi hipervolemia (chloride-expanded). Hipokalemia yang menyertai kedua kondisi tersebut juga harus dikoreksi.

Gangguan asam basa sederhana terjadi jika hanya terdapat satu gangguan primer dan bertanggung jawab untuk perubahan pH. Ketika lebih dari satu sistem bertanggung jawab untuk terjadinya gangguan, kondisi ini disebut dengan gangguan campuran (mixed). Kompensasi respiratorik terjadi dalam hitungan menit dan terpenuhi dalam 24 jam; namun kompensasi ginjal dimulai dalam 6 jam, dan terpenuhi selama 4-5 hari.

Langkah-langkah analisis gas darah arteri

1. Apakah pH tubuh pasien normal?
Jika pH <7,35 maka terjadi asidosis; jika >7,45 maka terjadi alkalosis. Jika pH normal, artinya bisa jadi tidak ada gangguan asam basa atau terjadi gangguan asam basa campuran (mixed)

2. Apakah gangguan primer respiratorik atau metabolik?
Jika terdapat perubahan pH, harus dilihat:
  • Jika PaCO2 berubah, gangguan primernya adalah respiratorik
  • Jika HCO3- berubah, gangguan primernya adalah metabolik
  • Jika keduanya abnormal, maka perubahan direksionalnya harus dibandingkan, sehingga akan membantu mengidentifikasi kelainan spesifik
  • Jika perubahan PaCO2 dan pH berlawanan satu sama lain, maka abnormalitas primernya adalah respiratorik
  • Jika perubahan PaCO2 dan HCO3- berubah dengan arah yang sama (keduanya meningkat atau menurun), kelainan primernya adalah metabolik.
  • Jika PaCO2 dan HCO3- berubah dengan direksi yang berlawanan, maka kelainan primernya adalah campuran.
  • Jika tren perubahan PaCO2 dan HCO3- sama, salah satu dengan perbedaan persentase terbesar dari normal adalah kelainan yang dominan (sebagai kompensasi yang tidak sempurna)

3. Jika gangguan primer adalah respiratorik, apakah itu akut atau kronik?
Jika PaCO2 tinggi, penting untuk memperkirakan kronisitasnya dengan menghitung rasio antara perubahan konsentrasi ion hidrogen (ΔH+) dan PaCO2 dari nilai referensi keduanya. Jika nilai ΔH+ dibagi ΔPaCO2 >0,8 maka berarti akut; 0,3-0,8 artinya acute on chronic; <0,3 berarti kronik.

4. Jika gangguan primernya adalah metabolik, juga perhitungkan PaCO2 ekspektasi
Kompensasi respiratorik untuk gangguan metabolik dapat dilihat menggunakan rumus Winter untuk menghitung PaCO2 ekspektasi: PaCO2 = (1,5 x HCO3-) + 8 ± 2
  • Jika PaCO2 saat ini sama dengan PaCO2 ekspektasi, maka terjadi kompensasi respiratorik yang adekuat
  • Jika PaCO2 saat ini kurang dari PaCO2 ekspektasi, maka terjadi alkalosis respiratorik yang bersamaan dengan gangguan metabolik
  • Jika PaCO2 saat ini lebih dari PaCO2 ekspektasi, maka terjadi asidosis respiratorik bersamaan dengan gangguan metabolik
Secara umum, kompensasi respiratorik menghasilkan perubahan PaCO2 sebesar 1,2 mmHg untuk setiap 1,0 mEq/L perubahan plasma HCO3-, menurun ke angka minimal 10-15 mmHg dan maksimal 60 mmHg.

5. Jika gangguan primer adalah asidosis metabolik, hitunglah anion gap
Jika AG > 11 mEq/L, maka asidosis metabolik disebabkan oleh salah satu dari kelainan selain pada gastrointestinal atau ginjal, karena kelainan yang bersumber dari ginjal atau saluran cerna biasanya menunjukkan angka AG yang normal.

6. Jika AG normal dan penyebabnya masih tidak diketahui, hitung AG urin
Cara ini membantu membedakan tubulopati renal dari penyebab asidosis AG normal lain
  • Jika AG urin positif, diagnosis cenderung pada asidosis tubular renal atau gagal ginjal akut dini
  • Jika AG urin negatif, lebih cenderung ke arah asidosis metabolik yang disebabkan dari gastrointestinal.
Lainnya: 
Monitoring status asam-basa pada pasien kritis – Keseimbangan asam dan basa

Penulis: dr. Ahmad Adityawarman, dokter ICU RSUD Brigj. H. Hasan Basry Kandangan, Kalimantan Selatan

Sumber:
The European Society of Cardiology Textbook of Intensive and Acute Cardiovascular Care Second Edition. 2015. 
Fundamental Critical Care Support Sixth Edition. Society of Critical Care Medicine. 2017