Kondisi saling terkait antara pH, konsentrasi HCO
3-, dan PaCO
2 adalah dasar
untuk memahami dan menginterpretasi keseimbangan asam basa. Faktor-faktor
tersebut dapat membedakan gangguan asam basa respiratorik dari gangguan non
respiratorik, namun gangguan non metabolik seperti perubahan PaCO
2 juga
menyebabkan perubahan pada HCO
3-. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut,
diperlukan pemahaman mengenai ‘bikarbonat standar’ dan ‘basa buffer’, diikuti
konsep ‘
base excess’ (konsentrasi ion H
+ yang diperlukan untuk mengembalikan pH
darah menjadi 7,4). Sebaliknya, ‘
base deficit’ adalah jumlah basa kuat yang
harus ditambahkan untuk mengembalikan pH darah menjadi normal, dengan asumsi
sampel darah teroksigenasi penuh, pada suhu 37
o C, dan PaCO
2 tetap pada 40
mmHg.
Base excess dan HCO3- akan menginformasikan derajat asidosis/alkalosis
(dengan atau tanpa perubahan pH) namun tidak dapat membedakan penyebab yang
mendasarinya (kehilangan atau konsumsi berlebih HCO
3-, anion yang tidak
terukur, dll). Kalkulasi anion gap (AG) dapat membantu hal tersebut.
Evaluasi status asam basa yang tepat memerlukan interpretasi dari hasil
pengukuran simultan elektrolit, albumin, dan analisis gas darah. Selain itu,
pengetahuan mengenai respon fisiologis kompensatorik penting untuk dipahami.
Anion gap
AG merepresentasikan konsentrasi dari semua anion yang tak terukur dikurangi dengan kation tak terukur di dalam plasma. Dalam kondisi normal, mayoritas gap tersebut dihasilkan oleh protein bermuatan negatif; namun pada kondisi asidosis
metabolik kompleks atau campuran, anion asam (seperti laktat, asetoasetat, dan sulfat) dapat diproduksi. Anion asam tersebut tidak dapat diukur oleh metode laboratorium biasa. Ion hodrogen yang diproduksi oleh asam-asam tersebut dibufferisasi oleh HCO
3-, sehingga mengurangi konsentrasi anion yang terukur, yang pada akhirnya meningkatkan proporsi anion-anion tak terukur tersebut, yang membuat gap meningkat. Kation ekstraselular tak terukur yang cukup mendominasi adalah K
+, Ca
2+, dan magnesium (Mg
2+). Jadi AG dapat dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan kation atau anion. AG normal adalah <11 mEq/L, dan gap yang tinggi biasanya mengindikasikan asidosis metabolik. Penggunaan AG dapat membantu membedakan antara kehilangan atau konsumsi HCO
3- berlebih. Asidosis AG terjadi jika AG >20 mEq/L, berapapun nilai pH atau HCO
3-.
Anion gap diukur menggunakan rumus: AG = [Na] – ([Cl] + [HCO3])
Kisaran normal AG adalah sekitar 10 ± 4 mmol/L.
Pada pasien kritis, penyebab terbanyak asidosis metabolik dengan peningkatan AG adalah asidosis laktat, gagal ginjal, dan ketoasidosis diabetik. Asidosis dengan nilai AG normal dihasilkan dari peningkatan bersih konsentrasi Cl-, dan sekunder akibat kehilangan HCO3-. Hal ini dikenal sebagai asidosis metabolik hiperkloremik dan paling banyak disebabkan oleh:
- Kehilangan HCO3- dari saluran gastrointestinal (diare, rektosigmoidektomi)
- Kehilangan HCO3- dari ginjal (gagal ginjal akut awal, asidosis tubular renal,
inhibitor karbonik anhidrase)
- Infus salin isotonik (0,9%)
Akan tetapi, kegunaan AG dalam interpretasi gangguan asam basa pada pasien
kritis terbatas akibat kecenderungan penurunan konsentrasi albumin plasma,
sehingga terjadi reduksi nilai AG dasar. Pada pasien dengan hipoalbuminemia
berat, asidosis AG dapat terjadi meskipun hasil pengukuran AG normal. Pada
pasien seperti ini, AG ekspektasi dapat serendah 4-5 mmol/L. Untuk setiap
penurunan albumin sebesar 1 g/dL, penurunan AG sebesar 2,5 - 3 dapat terjadi.
AG yang sebenarnya dapat dihitung menggunakan rumus:
AG sebenarnya = AG saat ini + 2,5 × [albumin normal – albumin saat ini
(dalam g/dL).
Asidosis respiratorik
Hal ini disebabkan oleh peningkatan PaCO2 arteri (hiperkarbia) dan dapat
terjadi sekunder akibat hipoventilasi, bersihan CO
2 yang buruk dari kerusakan
parenkim paru dan integritas membran alveolar, atau peningkatan metabolisme
dengan peningkatan produksi CO
2 (seperti pada sepsis, luka bakar). Pemberian
makan berlebihan pada pasien kritis, baik secara enteral maupun parenteral,
walaupun jarang, namun penting diperhatikan, dapat meningkatkan produksi CO
2.
Hiperkarbia menyebabkan perubahan fisiologis penting. Pada derajat rendah,
terjadi stimulasi kardiovaskular, respirasi, dan otonom. Namun semakin PaCO
2
meningkat, depresi organ akan terjadi, yang paling penting akan menimpa sistem
saraf pusat, menyebabkan gelisah, depresi nafas, dan akhirnya koma. PaCO
2
alveolar >100 mmHg menyebabkan kematian ketika pasien bernafas dengan udara
ruangan, akibat hipoksemia berat yang terkait yang akan disebabkan dari
tingginya tekanan parsial CO
2 di alveolus. Selama beberapa hari berikutnya,
kompensasi metabolik dapat terjadi dengan peningkatan HCO
3- melalui ekskresi H
+
oleh ginjal.
Tatalaksana asidosis respiratorik harus berdasarkan hasil identifikasi etiologi
dengan cepat dan implementasi tindakan korektifnya. Pada beberapa kondisi,
intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan untuk membantu ventilasi alveolar.
Alkalosis respiratorik
Peningkatan ventilasi semenit, baik dengan meningkatkan kecepatan atau kedalaman
ventilasi, akan menurunkan PaCO
2 serta menyebabkan alkalosis respiratorik.
Tanpa kelainan asam basa campuran, kompensasi metabolik dengan penurunan
produksi dan reabsorpsi HCO
3- oleh ginjal akan terjadi selama beberapa hari.
Alkalosis respiratorik kronik merupakan kelainan asam basa yang unik, karena pH
dapat kembali normal jika kondisinya semakin lama. Terapi ditujukan pada
penyebab yang mendasari terjadinya hiperventilasi.
Asidosis metabolik
Kehilangan HCO
3- atau penurunan produksi HCO
3- akibat disfungsi ginjal atau
pembentukan unsur asam melalui peningkatan produksi/penurunan ekskresi
mengakibatkan asidosis metabolik. Kompensasi respiratorik terjadi melalui
hiperventilasi untuk menurunkan PaCO
2. Contoh klinisnya adalah ketoasidosis
diabetik (KAD) dimana tubuh mencoba melawan perubahan pH akibat asam keton
dengan meningkatkan kedalaman dan kecepatan respirasi (pernafasan Kussmaul).
Alkalosis metabolik
Peningkatan HCO
3- melalui kehilangan ion H
+ atau intake HCO
3- menyebabkan
peningkatan pH darah. Hal ini biasanya terjadi secara lambat dan diikuti oleh
kompensasi respiratorik, dengan peningkatan PaCO
2 melalui hipoventilasi. Pada
pasien jantung, penyebab terbanyak adalah penggunaan diuretik jangka panjang.
Diuretik kuat menghambat sistem kotranspor Na
+ – K
+ – 2Cl
- pada ansa Henle asenden
tebal untuk menghambat reabsorpsi Na
+ dan Cl
-. Penurunan reabsorpsi klorida
meningkatkan elektronegativitas luminal tubulus distal, menyebabkan kompensasi
influks ion hidrogen dan kalium ke dalam urine dan seiring waktu akan
meningkatkan pH darah. Karena kedua kation tersebut hilang di dalam urine,
kondisi ini disebut dengan alkalosis metabolik hipokalemik.
Tatalaksananya meliputi penggantian volume apabila kondisi yang terjadi
adalah kehilangan klorida dan penilaian aksis renal-adrenal untuk kondisi
hipervolemia (
chloride-expanded). Hipokalemia yang menyertai kedua kondisi
tersebut juga harus dikoreksi.
Gangguan asam basa sederhana terjadi jika hanya terdapat satu gangguan
primer dan bertanggung jawab untuk perubahan pH. Ketika lebih dari satu sistem
bertanggung jawab untuk terjadinya gangguan, kondisi ini disebut dengan
gangguan campuran (
mixed). Kompensasi respiratorik terjadi dalam hitungan menit
dan terpenuhi dalam 24 jam; namun kompensasi ginjal dimulai dalam 6 jam, dan terpenuhi
selama 4-5 hari.
Langkah-langkah analisis gas darah arteri
1. Apakah pH tubuh pasien normal?
Jika pH <7,35 maka terjadi asidosis; jika >7,45 maka terjadi alkalosis.
Jika pH normal, artinya bisa jadi tidak ada gangguan asam basa atau terjadi
gangguan asam basa campuran (
mixed)
2. Apakah gangguan primer respiratorik atau metabolik?
Jika terdapat perubahan pH, harus dilihat:
- Jika PaCO2 berubah, gangguan primernya adalah respiratorik
- Jika HCO3- berubah, gangguan primernya adalah metabolik
- Jika keduanya abnormal, maka perubahan direksionalnya harus dibandingkan, sehingga akan membantu mengidentifikasi kelainan spesifik
- Jika perubahan PaCO2 dan pH berlawanan satu sama lain, maka abnormalitas primernya adalah respiratorik
- Jika perubahan PaCO2 dan HCO3- berubah dengan arah yang sama (keduanya meningkat atau menurun), kelainan primernya adalah metabolik.
- Jika PaCO2 dan HCO3- berubah dengan direksi yang berlawanan, maka kelainan
primernya adalah campuran.
- Jika tren perubahan PaCO2 dan HCO3- sama, salah satu dengan perbedaan persentase terbesar dari normal adalah kelainan yang dominan (sebagai kompensasi yang tidak sempurna)
3. Jika gangguan primer adalah respiratorik, apakah itu akut atau kronik?
Jika PaCO2 tinggi, penting untuk memperkirakan kronisitasnya dengan menghitung rasio antara perubahan konsentrasi ion hidrogen (ΔH
+) dan PaCO
2 dari nilai referensi keduanya. Jika nilai ΔH
+ dibagi ΔPaCO
2 >0,8 maka berarti akut; 0,3-0,8 artinya
acute on chronic; <0,3 berarti kronik.
4. Jika gangguan primernya adalah metabolik, juga perhitungkan PaCO2 ekspektasi
Kompensasi respiratorik untuk gangguan metabolik dapat dilihat menggunakan rumus Winter untuk menghitung PaCO2 ekspektasi: PaCO
2 = (1,5 x HCO
3-) + 8 ± 2
- Jika PaCO2 saat ini sama dengan PaCO2 ekspektasi, maka terjadi kompensasi respiratorik yang adekuat
- Jika PaCO2 saat ini kurang dari PaCO2 ekspektasi, maka terjadi alkalosis respiratorik yang bersamaan dengan gangguan metabolik
- Jika PaCO2 saat ini lebih dari PaCO2 ekspektasi, maka terjadi asidosis respiratorik bersamaan dengan gangguan metabolik
Secara umum, kompensasi respiratorik menghasilkan perubahan PaCO
2 sebesar 1,2 mmHg untuk setiap 1,0 mEq/L perubahan plasma HCO
3-, menurun ke angka minimal 10-15 mmHg dan maksimal 60 mmHg.
5. Jika gangguan primer adalah asidosis metabolik, hitunglah anion gap
Jika AG > 11 mEq/L, maka asidosis metabolik disebabkan oleh salah satu dari kelainan selain pada gastrointestinal atau ginjal, karena kelainan yang bersumber dari ginjal atau saluran cerna biasanya menunjukkan angka AG yang normal.
6. Jika AG normal dan penyebabnya masih tidak diketahui, hitung AG urin
Cara ini membantu membedakan tubulopati renal dari penyebab asidosis AG normal lain
- Jika AG urin positif, diagnosis cenderung pada asidosis tubular renal atau
gagal ginjal akut dini
- Jika AG urin negatif, lebih cenderung ke arah asidosis metabolik yang
disebabkan dari gastrointestinal.
Lainnya:
Monitoring status asam-basa pada pasien kritis – Keseimbangan asam dan basa
Penulis: dr. Ahmad Adityawarman, dokter ICU RSUD Brigj. H. Hasan Basry Kandangan, Kalimantan Selatan
Sumber:
The European Society of Cardiology Textbook of Intensive and Acute Cardiovascular Care Second Edition. 2015.
Fundamental Critical Care Support Sixth Edition. Society of Critical Care Medicine. 2017