Setelah memberi penyesuaian pada faktor risiko, peneliti
tidak menemukan adanya hubungan antara testosteron endogen dan kejadian stroke
klinis atau perubahan iskemi otak pada pria.
“Studi epidemiologi pada pria menunjukkan ada hubungan
antara endogen testosteron dan kejadian iskemi vaskular,” kata peneliti.
Untuk mengetahui apakah jumlah testosteron rendah berhubungan
dengan stroke iskemi dan perubahan iskemi otak, peneliti memeriksa jumlah total
testosteron plasma pada 1.558 partisipan pria (rata-rata usia 63,1 tahun;
indeks massa tubuh [IMT] 28,2 kg/m2 dari kunjungan ke-4 (1996 hingga
1998) pada penelitian Komunitas Risiko Aterosklerosis (ARIC).
Peneliti menggunakan model linear umum untuk analisis
cross-sectional dan regresi proporsi bahaya untuk menganalisis
waktu-ke-kejadian demi mengetahui hubungan testosteron dengan karakteristik
partisipan dan kejadian stroke di tahun 2011.
Model regresi linear dan logistik digunakan untuk memeriksa
hubungan testosterone dengan persentase hiperintensitas sumsum otak dan
prevalensi infark pada partisipan (n=257) yang diperiksa menggunakan magnetic
resonance imaging (MRI) pada kunjungan ke-5 (2011 hingga 2013).
Analisis disesuaikan dengan usia, ras, pusat ARIC, IMT,
kondisi pinggang, status merokok, diabetes melitus, hipertensi, lipoprotein
densitas rendah dan lipoprotein densitas tinggi.
Ada hubungan signifikan antara jumlah testosteron rendah dan
tingginya IMT, kondisi pinggang lebih besar, diabetes melitus, hipertensi,
lipoprotein densitas tinggi lebih rendah dan status tidak pernah merokok.
Dengan menyesuaikan faktor risiko dan setelah dilakukan
pemeriksaan kembali sekitar 14,1 tahun kemudian, peneliti menyimpulkan bahwa jumlah
testosteron tidak berhubungan dengan angka kejadian stroke (hazard ratio [HR]
untuk kuartil 1 atau 3, 1.47; 95 percent CI 0.83 to 2.61; HR untuk kuartil 2,
1.15; 0.62 hingga 2.14) atau pun dengan persentase hiperintensitas sumsum otak,
infark kortikal atau infark subkortikal.